Wednesday, March 22, 2017

Memanusiakan Masyarakat Adat

Ditemui pada saat Kongres Masyarakat Adat Nusantara ke 5 di Tanjung Gusta Sumatera Utara satu sosok Pejuang Perempuan Siti Aisyah 51 tahun, perempuan adat dari Desa Rendu Butowe, Flores Tengah yang sedang menghadapi konflik waduk Lambo. 


"Kami Masy bodoh bapak ibu, yang kami perjuangkan hanya rumah kami, tanah leluhur kami. Kami "mau kemana" bapak Ibu? Kami tdk menolak pembangunan tapi tolong nasib kami dipikirkan.


Barisan perempuan adat yang terlihat ringkih justru memilih berdiri dibaris paling depan ketika seluruh aparat yang terdiri dari Wakil Bupati Nagakeo, Paulus Nuwa Veto, beserta Kapolres, DPRD, Kesbangpol dan Kasdim 1625 Ngada yang memilih menjadi lawan masyarakat atas nama Pembangunan, demi kemakmuran memaksakan proyek Waduk Lambo.


Saat itu keadaan panas karena aparat Pemerintah yang harusnya Melindungi, Mengayomi, dan Melayani masyarakat justru menarik Ibu Siti Aisyah dari antara para demonstran karena Ibu Siti Aisyah sangat vokal ber suara meminta kejelasan nasib mereka kalau proyek pembangunan waduk Lambo ini dimulai. Agar bisa menghentikan tindakan paksa oknum polisi yg menarik Ibu Siti Aisyah tanpa berpikir panjang Ibu-Ibu yang ada dibarisan paling depan serentak membuka baju


Tindakan mereka berhasil menghentikan usaha penarikan paksa namun mereka dilecehkan, dijadikan bahan tertawaan karena Kemudian dengan asyiknya salah satu Polisi bertelepon melaporkan situasi "Lagi asyik kita dapat pemandangan gratis yang beda tipis dengan yg mereka punya di rumah"


Sungguh menyedihkan nasib Ibu Siti Aisyah dan masyarakat desa Desa Rendu Butowe, Flores Tengah. Ibu ini berkata dengan suara lirih "bapa Ibu Kami bukan ingin kaya, Kami disini juga kerja berusaha sendiri tanpa dibantu pemerintah, Kami hidup miskin, menjadi Buruh ditanah kami sendiri sekarang dipaksa terima saja "Kami Mau Kemana"?. Kalau pemerintah berkata pembangunan ini untuk kemakmuran kami, apa buktinya? 


Ibu Siti Aisyah bercerita dia diintimidasi rumahnya beberapa kali didatangi aparat polisi, saat berjualan dipasar dia diusir tidak boleh berjualan bahkan "bale-bale" tempat beristrahat dipasar saja diambil aparat, hidupnya dipersulit sejak dia memilih melawan ketidakadilan.


Ini baru satu cerita dari beberapa cerita yg saya dapat selama Kongres Masyarakat Adat Nusantara. Mendengar cerita Ibu Siti Aisyah dengan suara menahan pilu berusaha kuat, bergetar menahan beratnya perjuangan yang harus mereka hadapi.


Tak bisakah kita memanusiakan masyarakat Adat yang selama ini tdk menyusahkan negara, Mereka malah menjadi penjaga batas-batas terluar negara kita. Jasa mereka seperti Pejuang yang harusnya dikenal dan diberikan penghormatan


No comments: